Kuasa Hukum Marta Wulur Hadirkan Saksi dalam Sidang Pidana di PN Bitung
KRIMSUSPOLRI.COM//Bitung – Kuasa hukum Marta Wulur, Herling Walangitang, S.H., M.H., menghadirkan saksi dalam persidangan perkara pidana yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bitung pada Senin 15 September 2025.
Perkara ini berawal dari pelimpahan berkas administrasi penyelidikan dan penyidikan Sat Reskrim Polres Bitung yang diduga memuat keterangan palsu kepada Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung. Kasus tersebut berkaitan erat dengan sengketa tanah adat milik keluarga Wulur di Kelurahan Aertembaga Naimundung, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung.
Tanah adat tersebut diduga telah diserobot, setelah Kepala Kantor BPN Bitung menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 0113 dan 0114 atas nama PT Pathemang Dork Yard Dalam penerbitan sertifikat itu, diduga terjadi pemalsuan data fisik maupun data yuridis. Marta Wulur sendiri bertindak sebagai ahli waris sah berdasarkan dokumen kepemilikan tanah yang tercatat sejak tahun 1923.
Herling Walangitang menegaskan, diduga berkas pelimpahan yang memuat keterangan palsu tersebut kemudian dijadikan dasar dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya, hal itu mengandung unsur mens rea tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
“Kami melihat adanya kejanggalan, karena pasal yang disangkakan dalam persidangan tidak sesuai dengan laporan awal di kepolisian dan bertentangan dengan ketentuan KUHAP. Oleh karena itu, kami menghadirkan saksi untuk memperkuat fakta hukum sekaligus meluruskan perbedaan antara laporan polisi dengan dakwaan,” jelas Herling kepada wartawan.
Ia menambahkan, pada persidangan sebelumnya, Marta Wulur didakwa dengan Pasal 167 KUHP, padahal dakwaan tersebut tidak berdasarkan laporan kepolisian. Lebih jauh, Marta Wulur bahkan tidak berada di lokasi kejadian dan tidak pernah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang dituduhkan.
Sebaliknya, bukti akta otentik berupa SHGB 0113 dan 0114 justru telah dilaporkan sebagai tindak pidana pemalsuan ke Polres Bitung dengan dugaan pelanggaran Pasal 264 KUHP. Lahan tersebut diketahui merupakan tanah adat keluarga Wulur, namun saat ini diduga diduduki oleh pihak perusahaan.
Herling menyampaikan dalam persidangan, saksi yang dihadirkan JPU dari karyawan PT Pathemang Dock Yard justru mengakui bahwa batu yang dimaksud dalam perkara dimasukkan ke dalam pekarangan tertutup oleh karyawan perusahaan itu sendiri, bukan oleh terdakwa Marta Wulur.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena ditengarai berkaitan dengan dugaan praktik pelanggaran HAM yang terstruktur, melibatkan aparat penegak hukum hingga pejabat BPN. Herling menilai, apabila majelis hakim tetap menggunakan berkas perkara bermuatan keterangan palsu tersebut, maka hakim turut serta dalam tindak pidana pemalsuan sebagaimana Pasal 55 KUHP.
Saat ini, perkara tersebut mendapat atensi serius dari berbagai pihak. Wakil Presiden RI, Kepala Staf Komunikasi Kepresidenan, hingga Menteri ATR/Kepala BPN disebut telah menerima laporan resmi. Selain itu, kasus ini juga tengah dipantau oleh Irwasum dan Kadiv Propam Polri, Komnas HAM RI, Komisi Yudisial RI, bahkan telah disampaikan ke Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sengketa tanah adat di Aertembaga memang telah lama menjadi perhatian masyarakat, dan persidangan ini semakin memperkuat sorotan terhadap penegakan hukum di Kota Bitung.
Team