BPKH dan Komisi VIII DPR RI Sosialisasikan Transparansi Dana Haji di Banyuwangi
KrimsusPolri.Com//BANYUWANGI – Sosialisasi pengelolaan dana haji digelar oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bekerja sama dengan Komisi VIII DPR RI di Hallroom Aston Banyuwangi Hotel & Conference Center pada Senin (19/5). Kegiatan ini diikuti oleh para pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), pimpinan pondok pesantren, anggota Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), serta perwakilan majelis taklim dari seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Dalam sambutannya, Anggota Komisi VIII DPR RI, Ina Ammania, menekankan urgensi transparansi dan literasi publik dalam hal pengelolaan dana haji. Ia menyatakan bahwa informasi yang valid dan terverifikasi menjadi kunci menjaga kepercayaan masyarakat. “Saya ingin informasi yang benar tentang dana haji sampai ke masyarakat. Jangan sampai ada kabar yang tidak jelas sumbernya, karena ini menyangkut kepercayaan umat,” tuturnya.
Ina juga mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya hoaks yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya terkait isu penggunaan dana haji. Ia turut menyoroti kasus jamaah haji ilegal, termasuk keberadaan rombongan liar (Romli) yang dilaporkan menyusup ke tenda-tenda jamaah resmi di Mina pada musim haji tahun 2024. Ia menegaskan bahwa pemerintah Arab Saudi telah memperketat regulasi perhajian, sehingga mereka yang tidak memiliki visa haji resmi tidak diizinkan masuk ke Masjidil Haram.
Lebih lanjut, Ina menyinggung persoalan daftar tunggu haji yang semakin panjang. Ia mengambil contoh di Embarkasi Makassar, di mana antrean keberangkatan jamaah telah mencapai 40 tahun. Dalam konteks ini, ia mendukung upaya reformasi sistem penyelenggaraan ibadah haji, termasuk rencana pengalihan sebagian besar operasional haji ke Badan Pelaksana Haji yang akan mulai diberlakukan pada tahun 2026.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. H. Chaironi Hidayat, turut memberikan pernyataan dalam forum tersebut. Ia mengimbau seluruh elemen masyarakat agar lebih kritis dan selektif dalam menerima serta menyebarkan informasi yang berkaitan dengan dana haji. Menurutnya, KBIHU, pesantren, dan majelis taklim memiliki peran strategis sebagai agen edukasi yang bisa memperkuat literasi keagamaan sekaligus literasi keuangan publik.
Materi inti sosialisasi disampaikan oleh Fani Sufiyandi selaku perwakilan dari BPKH. Ia menjelaskan bahwa pengelolaan dana haji dilaksanakan secara profesional, berbasis prinsip nirlaba, dan semata-mata untuk kepentingan penyelenggaraan ibadah haji. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 serta fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara eksplisit melarang penggunaan dana setoran awal haji untuk keperluan non-haji, termasuk proyek infrastruktur yang tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan haji.
“Dana haji bukan untuk mencari keuntungan, melainkan diarahkan sepenuhnya untuk peningkatan kualitas layanan. Mulai dari transportasi, akomodasi, hingga penyediaan konsumsi jamaah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” ujar Fani.
Dalam sesi dialog, muncul sejumlah tanggapan kritis dari peserta. Ustaz Muporrobin dari Pesantren Nur Cahaya, misalnya, mempertanyakan efektivitas pemanfaatan dana haji. Sementara itu, Muhammadun dari Pesantren Darussalam mengeluhkan tingginya biaya haji untuk tahun 2025, khususnya di Embarkasi Surabaya.
Menjawab kekhawatiran tersebut, Ina Ammania menjelaskan bahwa terdapat skema dana abadi umat yang berasal dari selisih biaya penyelenggaraan haji sebelumnya. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kemaslahatan umat, dengan catatan penggunaannya tetap dalam koridor prinsip syariah dan sesuai ketentuan regulasi yang berlaku.
Melalui sosialisasi ini, penyelenggara berharap akan tercipta pemahaman yang lebih utuh dan komprehensif di kalangan masyarakat terhadap sistem pengelolaan dana haji. Selain itu, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk meminimalisasi penyebaran informasi yang keliru atau menyesatkan, yang selama ini kerap menjadi sumber keresahan umat.
(Bah - Man 354)