24 C
en

Ritual Kebo-keboan Alasmalang, Warisan Leluhur yang Menjadi Napas Budaya dan Ekonomi Banyuwangi

 

KRIMSUSPOLRI.COM//BANYUWANGI — Ribuan warga dari berbagai penjuru tumpah ruah di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (6/7/2025), dalam perayaan ritual adat Kebo-keboan. Tradisi sakral yang digelar setiap awal bulan Suro ini tidak sekadar menjadi pertunjukan budaya, tetapi juga cermin kearifan lokal yang mengakar kuat di tengah masyarakat agraris.

Sejak pagi hari, simpang empat Balai Dusun Krajan yang menjadi pusat berlangsungnya ritual telah dipenuhi lautan manusia. Tak hanya warga lokal, para wisatawan dan pegiat budaya juga turut menyemarakkan prosesi yang diyakini telah ada sejak abad ke-18. 

Di saat yang sama, denyut ekonomi rakyat turut bergerak dinamis. Ratusan pedagang kaki lima memadati sepanjang jalur desa, menjajakan aneka kuliner, kerajinan tangan, hingga suvenir khas Banyuwangi. Fenomena ini menegaskan bahwa tradisi Kebo-keboan bukan semata warisan budaya, melainkan juga motor penggerak ekonomi lokal.

Kepala Desa (Kades) Alasmalang, Abdul Munir, menegaskan bahwa ritual adat Kebo-keboan adalah bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat khususnya di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh.

“Ini bukan sekadar tontonan. Ada nilai spiritual dan filosofi mendalam di baliknya, yaitu rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi dan harapan akan kesuburan lahan pertanian. Kami pemerintah desa, berkomitmen melestarikannya sebagai bagian dari warisan leluhur dan juga sebagai potensi wisata budaya,” tegas Abdul Munir.

Rangkaian acara dibuka dengan tradisi kenduri dan makan tumpeng bersama. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran Pemkab Banyuwangi, tokoh adat, dan masyarakat umum, sebagai simbol persatuan dan ungkapan syukur kolektif.

Puncak acara menjadi daya tarik utama. Puluhan pemuda desa tampil sebagai ‘Kebo’, tubuh mereka dilumuri lumpur hitam, kepala dihiasi tanduk tiruan, dan leher digantungi genta. Mereka beraksi layaknya kerbau membajak sawah, berlarian dan menari secara acak di antara penonton. 

Adegan-adegan spontan saat para 'Kebo' mengusapkan lumpur ke wajah penonton, justru memicu tawa riuh dan kegembiraan hingga menciptakan suasana guyub yang khas dalam tradisi rakyat.

Tak kalah menarik, barisan ibu-ibu petani turut serta dalam arak-arakan. Mengenakan busana adat Suku Osing dan memikul wakul berisi hasil bumi seperti padi, singkong, jagung, dan sayuran, mereka berjalan mengelilingi desa. 

"Aksi simbolik ini menjadi penegas pesan spiritual, bumi yang subur harus disyukuri dan dikelola bersama demi kemakmuran kolektif," ujar Kades Alasmalang.

Ritual Kebo-keboan tak hanya bermuatan estetika dan folklor. Lebih dari itu, ia mengandung pesan ekologis dan sosial. Dalam budaya di Desa Alasmalang, sosok kerbau bukan hanya simbol tenaga tani, tetapi juga representasi hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Inilah bentuk doa kolektif masyarakat agraris, memohon hujan, tanah yang subur, dan hasil panen yang melimpah.

Dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan pelibatan aktif masyarakat, tradisi Kebo-keboan terus menjelma sebagai tonggak kebudayaan Banyuwangi yang hidup, bukan sekadar dilestarikan. Tetapi terus dikembangkan sebagai bagian dari diplomasi budaya dan ekonomi kreatif daerah. 


(Bah - Man 354)

Older Posts
Newer Posts