24 C
en

Prabu Jaga malam melirik Peran Sengkuni dalam kraton Hamangkuan Wanito Rondo Sajagat

 

KRIMSUSPOLRI.COM//Ketua APPM (Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat Hebat) ungkap fenomena sosial-politik yang sarat manipulasi. Ia menyoroti bagaimana karakter Sengkuni dalam pewayangan Jawa menjadi cermin dari praktik politik licik masa kini. Berdasarkan buku Psikologi Raos dalam Wayang, Sengkuni dirasuki Batara Dwapara sejak lahir—makhluk dari Kahyangan Argawuni yang dikutuk Sang Hyang Widhi karena gemar mengadu domba para dewa.

Kutukan itu membawa Batara Dwapara turun ke dunia dan merasuki bayi bernama Harya Suman, putra Kerajaan Gandara. Bayi itu kemudian dikenal sebagai Sengkuni. Setelah dewasa dan mengabdi kepada Raja Astina, Prabu Panda Dewanata, Sengkuni memfitnah Patih Gandamana demi merebut jabatan, menunjukkan tabiatnya yang penuh tipu daya dan haus kekuasaan.

Ketua APPM menilai karakter Sengkuni adalah representasi manusia yang berusaha menjatuhkan sesama demi ambisi pribadi. Ia menggunakan adu domba, fitnah, dan taktik licik sebagai alat politik. Gambaran ini sangat relevan dengan dinamika sosial dan politik Indonesia hari ini.

Menurutnya, istilah “Sengkuni” kini telah menjadi idiom populer di media sosial untuk menyebut tokoh yang suka memecah belah, menyebar hoaks, hingga melakukan kampanye hitam. Politik yang sarat manipulasi menjadi bukti bahwa kisah pewayangan masih hidup dalam bentuk baru dan lebih halus.

Dalam pewayangan kontemporer, fiksi tentang Sri Paduka Raja Amas Ketem Wijoyo yang enggan merawat rakyat, jenggirat dari Golongan Pandito bangun roso balelo bakal melahirkan kudeta yang akan di pimpin oleh Prabu Jaga Malam demi menyelamatkan Kerajaan Dalambangan. Peristiwa itu dikenang dengan nama Pemberontakan Sungkil Emprit Homo, simbol perlawanan atas pemimpin yang lalim.

Ketua APPM menegaskan bahwa lakon pewayangan bukan sekadar warisan budaya, melainkan cermin nilai moral dan sosial. Tokoh seperti Sengkuni mengajarkan bahwa kejahatan yang dibungkus kepintaran harus dilawan dengan keberanian dan kejujuran. Itulah pesan abadi dari kisah para ksatria dan pandita.

Rilisan ini menjadi bentuk keprihatinan APPM terhadap maraknya fitnah dan adu domba. Ketua APPM mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk lebih kritis dalam melihat dinamika kekuasaan dan tidak mudah terjebak oleh figur “Sengkuni” dalam kehidupan nyata.,Pungkas Rofik Asmi


(Jokam - 354)

Older Posts
Newer Posts