Sangadi Domisil Hilang Sinyal, Transparansi Dana Desa Dikebiri: Rakyat Bukan Babu!”
KRIMSUSPOLRI. COM|| Bolaang Mongondow
menjadi momen buram dalam catatan pengelolaan Dana Desa Domisil. Awak media mendatangi Kantor Balai Desa Domisil dan berjumpa dengan perangkat desa, salah satunya Yanto, Ketua TPK (Tim Pengelola Kegiatan).
Dalam wawancara, Yanto menyingkap kejanggalan:
“Saya Ketua TPK, tapi tidak pegang RAB. Papan proyek katanya nanti dipasang. Soal anggaran lampu jalan, kalau tidak salah sekitar dua ratusan. Jumlah titik lampu jalan itu ada 253 titik,” ungkapnya dengan wajah gusar.Tanggal 08 Agustus 2025
Ketika media menyinggung keberadaan Sangadi (Kepala Desa), Yanto hanya bisa mengangkat bahu.
“Barusan kami ke rumah Sangadi, ada masyarakat mau minta tanda tangan untuk pembuatan KK, tapi Sangadi tidak ada. Kami coba telepon, tidak tersambung. Katanya beliau ada di kebun. Kalau di kebun, sinyal setengah mati,” tukasnya.
Awak media kemudian menyambangi kediaman Sangadi Domisil. Hasilnya nihil: rumah kosong, telepon seluler tak berdering balas.
Pakar hukum Herling Walangitang, SH, MH menelanjangi kasus ini dengan pisau analisis yang tajam:
“Membungkam informasi publik adalah pelanggaran telanjang terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Transparansi bukan kemurahan hati pejabat, melainkan kewajiban absolut!”
Dari kubu investigasi, suara membahana muncul dari Ketua Tim 7 Intelijen DPN LAKRI:
“Ini adalah ledakan kemarahan sahih. Rakyat jangan diperlakukan bak babu! PP 43 Tahun 2018 sudah jelas: masyarakat wajib mengawasi proyek. Jika pejabat main kotor, rakyat wajib bangkit menindihnya!”
Fenomena Sangadi yang “hilang sinyal” kala publik menuntut jawaban, adalah ironi demokrasi pedesaan. Dana desa bukan milik pribadi, melainkan nadi kolektif pembangunan. Jika transparansi terus dikebiri, rakyat akan menjelma badai yang menumbangkan kursi kekuasaan.
(Aril# tim)