Betonisasi Misterius Kapataran Satu: Kepala Desa Bungkam, Transparansi Diperkosa!
KRIMSUSPOLRI. COM|| MINAHASA — Kabupaten Minahasa kembali diguncang aroma anyir kebusukan birokrasi. Di Desa Kapataran Satu, Kecamatan Lembean Timur, proyek pembangunan jalan usaha tani (betonisasi jalan) dengan anggaran Rp 161.961.000 dari APBDes Tahun Anggaran 2024 menuai sorotan tajam.
Proyek dengan volume 400 meter ini sejak awal sudah menyisakan tanda tanya. Papan proyek tidak mencantumkan ukuran lebar jalan, sebuah detail vital yang lazimnya menjadi syarat transparansi.
Namun, ketika awak media berulang kali mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Desa Barky Tambariki melalui telepon seluler maupun pesan singkat, sang kepala desa memilih diam membisu. Hingga berita ini diturunkan, cetingan awak media tak kunjung direspons, seolah ada sesuatu yang sengaja ditutupi. Selasa 30/09/2025
Pakar hukum Herling Walangitang, SH, MH, tak segan menguliti tajam fenomena ini:
“Membungkam informasi publik adalah pelanggaran telanjang terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Transparansi bukan kemurahan hati pejabat, melainkan kewajiban absolut!”
Pernyataan ini bagaikan palet besi yang menghantam kepala para aparatur desa yang mencoba bermain-main dengan amanat undang-undang.
Kemarahan publik semakin membuncah. Jamel Omega Lahengko, Ketua DPK LAKRI Minahasa, melontarkan pernyataan lantang penuh bara:
“Jika ada indikasi penyalahgunaan anggaran, masyarakat WAJIB mengawasi proyek berdasarkan PP 43 Tahun 2018 tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Jangan seolah-olah rakyat tidak punya hak! Justru rakyat harus berdiri di barisan terdepan mengawasi para pejabat desa yang berpotensi bermain kotor.”
Kasus betonisasi misterius Kapataran Satu ini bukan sekadar soal jalan, tetapi cermin brutal dari bagaimana aparat desa memperlakukan dana rakyat. Publik menuntut keterbukaan, akuntabilitas, dan keberanian moral dari Kepala Desa Barky Tambariki.
Diamnya seorang pemimpin desa di hadapan pertanyaan publik bukan hanya kelemahan, tetapi bisa dibaca sebagai indikasi permainan gelap yang layak dibongkar oleh aparat hukum dan masyarakat.
Kini, mata publik tertuju: apakah ini sekadar kelalaian, atau justru modus busuk dalam memutilasi uang negara?
(Ril Moningka)